Rabu, 25 Februari 2009


PENDEKATAN KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MEMBANGUN TAWAZUNITAS AKTIVIS DAKWAH KAMPUS

Tri Hanifawati[1]

”Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia telah meletakkan neraca (kesetimbangan). Agar kamu tidak melampaui batas timbangan. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan itu.” (Ar-Rahman: 7-9)

Konsep kesetimbangan dalam kimia

Kesetimbangan merupakan ketentuan hukum Allah yang terdapat pada semua unsur makhluk-Nya, baik alam semesta dengan benda-benda langit yang beraneka, manusia, hewan, tumbuhan, molekul, zat, energi, dan sebagainya. Salah satunya dalam lingkup realitas mikrokosmis adalah kesetimbangan kimia.

Keseimbangan (balance) memiliki pengertian yang berbeda dengan kesetimbangan (equilibrium). Keseimbangan (balance) berarti seimbang, sama dalam berat, jumlah, komposisi dan lain sebagainya, sehingga keadaan relatif bersifat statis. Sedangkan kesetimbangan kimia (chemical equilibrium) berarti keadaan zat yang terlibat dalam reaksi kimia baik reaktan maupun produk telah tepat bereaksi. Reaksi pembentukan dan reaksi penguraian dalam reaksi dapat balik (reaksi reversible) berlangsung dengan kecepatan yang sama, sehingga bersifat dinamis. Apabila produk reaksi telah terbentuk dalam batas jumlah yang maksimum, maka reaksi akan kembali ke arah reaktan, sehingga reaktan akan setimbang dengan jumlah produk. Artinya, berat dan jumlah reaktan dapat tidak sama dengan jumlah produk, tetapi tidak ada lagi perubahan berat dan komposisi secara makroskospis. Bertambahnya waktu reaksi tidak mempengaruhi hasil reaksi karena reaksi telah mencapai kesetimbangan. Suatu reaksi dikatakan telah stimbang bila laju reaksi kearah produk akan sama dengan laju reaksi kearah reaktan. Secara teori termodinamika pada saat terjadi kesetimbangan, energi bebas Gibbs, ∆G=0.

Keadaan setimbang bukan berarti reaksi berhenti sama sekali, tetapi laju reaksi yang berlawanan tersebut telah sama. Dengan pendekatan reaksi bolak-balik (reversible), kesetimbangan kimia akan selalu terjadi hampir di setiap reaksi kimiawi yang menyertai keseluruhan proses kehidupan di alam semesta.

Kesetimbangan kimia dinyatakan secara kuantitatif dengan tetapan kesetimbangan (Kc = konstanta kesetimbangan dalam larutan). Apabila reaksi kesetimbangan dimisalkan dalam reaktan A dan B yang membentuk produk C dan D seperti persamaan persamaan dibawah ini:

aA + bB cC + dD

maka pada reaksi yang sudah setimbang, banyaknya masing-masing reaktan dan produk tidak akan berubah lagi.

Secara kinetika, apabila reaktan A dan B mulai bereaksi, maka kecepatannya semakin berkurang seiring mulai terbentuknya produk C dan D. Dan kecepatan akan konstan ketika produk dan reaktan berada dalam jumlah yang sama. Adapun pengaruh perubahan tekanan, suhu, konsentrasi dan variabel lain pada kesetimbangan telah disebutkan oleh Le Chatelier (1888) dalam prinsipnya yang terkenal, bahwa:

”Setiap perubahan pada salah satu variabel sistem kesetimbangan akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah tertentu yang akan menetralkan/meniadakan pengaruh variabel yang berubah total.”

Secara jelas Le Chatelier ingin menegaskan bahwa bila pada kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sangat kecil.

Mengapa kesetimbangan kimia menjadi penting dalam reaksi kimia? Karena kesetimbangan kimia sebagai ukuran menentukan tingkat kemajuan atau keberhasilan reaksi kimia, serta sejauh mana reaksi kimia berlangsung dan produk yang dihasilkan. Contoh kesetimbangan kimia yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah proses mendidihkan air. Kesetimbangan uap air dan larutan air merupakan bentuk kesetimbangan heterogen, atau kesetimbangan fasa:

H2O(l) H2O(g)

Tanda panah bolak-balik mempertegas sifat dinamik dari kesetimbangan fasa: air berubah menjadi uap air dan pada saat yang sama uap tersebut berkondensasi menjadi cairan. Tanpa ada kesetimbangan, dimungkinkan air tidak akan mendidih, karena tidak terbentuk uap dengan tekanan air tertentu. Air akan mendidih apabila tekanan uap dalam wadah sama dengan tekanan uap diluar wadah.

Penggunaan soda kue (natrium hidrogen karbonat, NaHCO3) dalam pembuatan roti karena terdapat kesetimbangan dalam adonan membentuk asam karbonat (H2CO3) yang kemudian akan terurai menjadi air dan karbondioksida (CO2). Gas CO2 inilah yang muncul sebagai gelembung gas yang menyebabkan roti atau kue mengembang.

Niacin (salah satu jenis vitamin B, C5H4NCOOH), apirin (obat analgesik, HC9H7O4), asam askorbat (vitamin C, HC6H7O6) dan efedrin (obat hidung tersumbat, C10H5ON) adalah asam lemah yang berkesetimbangan dalam air. Khasiat obat-obat tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan kesetimbangan dalam larutan air. Apabila tidak mengalami kesetimbangan, peruraiannya dalam air menjadi tidak terkontrol dan kinerja obat tidak optimal.

Belajar Menjadi ADK Tawazun dari Kesetimbangan Kimia

Tawazun adalah menyamakan timbangan dan ukuran secara proporsional, meniadakan ketidakseimbangan dalam hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan baik materil maupun nonmateril, penyanggga setiap persoalan dan kebaikannya. Tawazun merupakan kunci pengaman amal Islami. Jika takamul (keterpaduan) berkaitan erat dengan luasnya cakupan amal Islami, maka tawazun berkaitan dengan kualitas amal ini dari segi ukuran dan parameternya. Tawazun berarti meletakkan salah satu aspek amal atau amanah dimana ukuran, prioritas dan timbangannya tidak lebih dan tidak kurang (setimbang).

Seperti disebutkan dalam contoh-contoh di atas, bahwa air yang dimasak mungkin tidak akan mendidih jika tida terjadi kesetimbangan dalam proses mendidihkannya. Begitupun obat-obatan yang mungkin sering kita minum, tidak akan bekerja dengan optimal jika di dalam tubuh tidak terjadi kesetimbangan antara interaksi obat dengan air (larutan) dalam tubuh kita.

Amal Islami yang benar dan baik adalah amal yang ditegakkan atas dasar manhaj Rasulullah saw. Yaitu manhaj yang sempurna dalam setiap segi dan pengarahan-pengarahannya, serta setimbang dalam kadar, urutan dan prioritasnya. Ketika salah satu amal berlebihan dan melampaui satu dari yang lainnya serta lebih memperhatikan satu sisi dengan mengesampingkan sisi yang lainnya, maka akan terjadi kultur buruk dalam manajemen pembinaan diri maupun terhadap eksistensi dakwah kampus. Oleh karena itu, jika totalitas dan integralitas merupakan sesuatu yang wajib ditegakkan dalam amal Islami, maka tawazunitas tidak perlu diperdebatkan lagi merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap Aktivis Dakwah Kampus.

Tawazunitas yang harus dibangun disini bukan berarti balance (seimbang), tapi tawazunitas disini saya lebih sepakat jika dianalogikan dengan equilibrium (setimbang) seperti dalam kesetimbangan kimia tadi. Kenapa harus equilibrium bukan balance? Dikampus, kita mengenal adanya trilogi dakwah kampus, yang isinya adalah:

  1. membangun kompetensi akademik dan persiapan profesi, dalam hal ini diampu oleh dakwah kampus akademik (ilmi).
  2. membangun pemahaman sosial dan politik, dalam hal ini diampu oleh dakwah kampus siyasi (politik).
  3. melaksanakan tugas harakah dan dakwah, dalam hal ini diampu oleh lembaga dakwah kampus (LDK).

Dari pemaparan trilogi dakwah kampus di atas, maka ADK akan terbagi dalam 3 sektor yakni sektor da’awi, sektor siyasi dan ilmi. Idealnya masing-masing sektor diisi oleh orang-orang yang dapat fokus dan menguasai medannya, tetapi bukan berarti mengesampingkan dan tidak tahu menahu tentang sektor yang lain. Artinya, ketiga sektor tersebut harus berjalan secara seimbang (tawazun). Jikalau ada sektor yang mendominasi dalam suatu kurun dan kampus tertentu, diharapkan tidak boleh meninggalkan atau mengeliminasi sektor lainnya. Sehingga harapannya, ADK akan menjadi pesona pribadi yang seimbang, atau ADK Tawazun. Dia adalah ADK yang menjadi rujukan dalam hal wawasan keIslaman yang dibuktikan dengan menjadi mentor atau murobbi bagi adik-adik kelasnya, hafal minimal 1-2 juz, cakap sebagai khotib dan penceramah taklim.

Dalam waktu yang sama dia tidak gagap ketika ditanya masalah-masalah sosial politik di masyarakat dan negerinya, cakap berorganisasi, punya keterlibatan dalam aktivitas sosial dan politik kampus dan masyarakat. ADK Tawazun juga memiliki sifat disamping kedua hal diatas, dalam waktu yang sama adalah ADK yang memiliki kepakaran / kompetensi dalam ilmu pengetahuan (bidang studi spesialisasinya), bisa menulis, memiliki IPK yang diatas rata-rata dan track record akademis seperi karya tulis, penelitian dan seminar.

Dalam realitas dilapangan (dakwah kampus) amanah kader terdistribusi dimana-mana, dalam waktu yang bersamaan dia aktif di pergerakan, study klub, BEM, maupun LDK/LDM. Kader seperti ini sering diistilahkan kader irisan, karena ia mengampu amanah di lebih dari 1 sektor. Terkadang ini dianggap tidak wajar oleh kader, mungkin karena belum bisa memprioritaskan amal mana yang menuntut dia untuk fokus. Jadi kuncinya sebenarnya bukan pada masalah banyaknya amanah, tapi terletak pada manajemen prioritas dan logika tawazun. Justru dengan adanya amanah kader di beberapa sektor, akan membantu mewujudkan trilogi dakwah kampus secara tawazun.

Kita lihat kembali pengertian chemical equilibrium, yakni suatu keadaan dimana zat yang terlibat dalam reaksi kimia telah tepat bereaksi dan bersifat dinamis, jika diberikan pengaruh dari luar misalnya penambahan/pengurangan tekanan, konsentrasi, suhu, dll maka reaktan dan produk akan segera merespon setiap pengaruh tersebut sehingga kondisi reaksi kembali setimbang. Saat setimbang bukan berarti dia berhenti bereaksi, dia tetap bereaksi dengan laju yang sama sehingga reaksi seolah-olah telah berhenti.

Seperti itulah idealnya ADK. Dia memahami konsep tawazunitas dalam 3 sektor dakwah secara dinamis dan proporsional. Dalam hal ini, tidak ada satu sektorpun yang termarginalkan. Dan ketika mendapatkan amanah baru bukan berarti amanah yang lama terabaikan, tapi dia juga bisa memanage-nya agar tetap dinamis.

Ketika berbicara realita, jarang sekali kader yang mampu menjadi sosok ADK tawazun. Ada kader yang hebat di medan siyasi, tapi dia gagap saat ditanya masalah kompetensi akademik bahkan seolah tidak peduli, sehingga IPK rendahpun seolah sudah menjadi hal yang biasa. Ada juga ADK yang aktif mengikuti seminar, study club, LKTI, riset, IPK selalu cumlaude, tapi saat ditanya tentang politik dia gagap bahkan tidak tahu menahu masalah strategi politik. Seolah-olah politik itu sesuatu yang haram untuk dibicarakan. Ada juga kader yang aktif di LDK atau mentoring, tapi dia tidak paham masalah politik kampus dan akademiknya pas-pasan.

Nah ini adalah problem dakwah kampus. Akan seperti apa dakwah kampus kedepan jika ADK dimasing-masing sektor sudah terjebak dalam paradigmanya yang seperti itu?? Padahal, tuntutan mihwar dauli sudah sangat dekat. Untuk mewujudkan tawazun dalam kepribadian atau dalam amal dakwah diperlukan pemahaman yang benar tentang manhaj Islam. Yaitu pemahaman dari sisi prinsip-prinsip, dasar-dasar, dan aplikasinya yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Hal ini bertujuan untuk mengetahui urutan prioritas amal beserta tujuan, ukuran dan kadarnya.

Lalu, bagaimana menyusun prioritas dalam amal dakwah?

Amal dakwah yang memiliki banyak aspek dan sasaran yang luas membutuhkan pembuatan skal prioritas yang berkaitan dengan berbagai aspek sasaran ini. Dalam pembuatan skala prioritas ini diperlukan tawazun dan keterpaduan sekaligus.

Sesungguhnya sisi aqidah dalam tangga urutan dan skala prioritas merupakan dasar setiap amal, dan ini merupakan tangga pertama dalam menyusun skala prioritas. Tanpa akidah semua amal tidak akan bernilai, karena itu, aqidah di dalam al-Qur’an menempati urutan paling awal. Tarbiyah dalam praktik amal juga merupakan tangga pertama dalam urutan skala prioritas. Ingat bahwa pilar dakwah ini dibangun atas 3 hal, yakni ilmu, tarbiyah, dan jihad. Jadi, ketika ada ada agenda dakwah misalnya syuro atau agenda teknis kepanitiaan dsb bersamaan dengan agenda asasi tarbiyah, maka yang harus diprioritaskan adalah tarbiyah (liqo).

Dalam menyusun skala prioritas sebagai kunci tawazun selanjutnya dalam tataran dakwah kampus, akan disesuaikan dengan wilayah garap masing-masing amal dakwah, apakah di siyasi, ilmi atau da’awi. Ustadz Satria Hadi Lubis dalam bukunya Breaking The Time, the Habbit for Success menyebutkan bahwa skala prioritas ditentukan oleh peran seseorang saat itu. Berbagai amanah yang di ampu dibuat dalam kuadran-kuadran tertentu, sekitar I-IV. Setiap kuadran akan diisi oleh wilayah peran yang ada di masyarakat, atau jika dikaitkan dalam konteks kampus, maka kuadran ini akan diisi oleh sektor-sektor dakwah yang ada di kampus. Kuadran I harus diisi oleh tangga pertama amal Islami, yakni tarbiyah dan sektor dimana kita berperan, sedangkan kuadran II-IV akan diisi oleh sektor lain. Setiap saat kuadran ini akan dipenuhi oleh agenda-agenda yang mungkin akan berbenturan dan sama-sama urgen. Maka fokuskan pada kuadran I sebagai prioritas.

Logika prioritas ini juga sama dengan konsep kesetimbangan dalam reaksi kimia:

”Apabila produk reaksi telah terbentuk dalam batas jumlah yang maksimum, maka reaksi akan kembali ke arah reaktan, sehingga reaktan akan setimbang dengan jumlah produk. Artinya, berat dan jumlah reaktan dapat tidak sama dengan jumlah produk, tetapi tidak ada lagi perubahan berat dan komposisi secara makroskospis (reaksi bersifat dinamis).“

Dalam konteks prioritas ini mengapa harus ada prioritas dalam peran yang sedang kita jalani, karena keterbatasan manusia juga terutama dalam managemen waktu sehingga semua amanah kecil kemungkinan untuk diseimbangkan semuanya. Yang bisa dilakukan adalah membuatnya setimbang, yakni memprioritaskan salah satu sesuai dengan perannya, namun tidak mengesampingkan amanah yang lain.

Harus diperhatikan juga bahwa peran setiap orang pasti akan berubah-ubah, misalnya saat ini peran kita adalah mahasiswa, ketua BEM, aktivis pergerakan, dan partai kampus, namun disamping itu juga aktif di lembaga dakwah masjid. Maka dapat dikatakan bahwa peran utama kita berada pada wilayah siyasi (politik). Disisi lain, ada juga yang berperan sebagai mahasiswa, aktif di study klub fakultas maupun universitas, kegiatan seminar dll, namun dia juga aktif di lembaga siyasi namun tidak dominan, maka dapat dikatakan bahwa peran utama kita berada pada wilayah ilmi (akademik). Setiap perubahan peran, akan menuntut perubahan dalam menentukan skala prioritas. Maka kuadran-kuadran yang ada pun akan berubah setiap saat, inilah pentingnya membuat maping life (peta hidup), sehingga perjalanan hidup kita akan terarah mengikuti alur tujuan hidup kita.

Satu hal yang harus diingat dalam menentukan skala prioritas juga adalah primsip yang mengatakan bahwa nahnu do’at ala qobla say’in, bahwa aku adalah da’i sebelum yang lainnya. Aku adalah da’i sebelum aku menjadi mahasiswa, aku adalah da’i sebelum aku menjadi aktivis pergerakan, aku adalah da’i sebelum aku menjadi asisten dosen, dll. Prinsip ini akan memetakan arah hidup kita menggapai tujuan yang hakiki, Insya Allah.

Pertanyaan yang sama untuk dua kesetimbangan ini, mengapa kesetimbangan kimia sangat penting dalam sistem hidup? Dan mengapa tawazunitas serta menyusun skala prioritas yang benar menjadi sangat penting dalam dakwah kampus?

Seperti telah disebutakn di atas bahwa kesetimbangan kimia dapat dijadikan sebagai ukuran menentukan tingkat kemajuan atau keberhasilan reaksi kimia, serta sejauh mana reaksi kimia berlangsung dan produk yang dihasilkan. Begitupun dengan urgensi tawazunitas dan manajemen skala prioritas, karena ini dapat dijadikan parameter keberhasilan dakwah kampus, sehingga tercipta sinergisitas antar sektor dakwah dan ADK dapat menciptakan trilogi dakwah kampus yang setimbang. Jadi, menjadi ADK tawazun merupakan tuntutan mutlak menjadi aktivis dakwah kampus. J

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Rad: 11)


[1] Mahasiswa S1 UIN Yogya fakultas Saintek/Kimia/2004, staf PSDM MITI-M, staf litbang ISCDIC UIN, asisten praktikum lab kimia UIN. Email: thf_bee@yahoo.co.id dan tri_haniifa@yahoo.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar